Salam
sejahtera pembaca.
Smart people, seringkah anda
mendengar kata hak cipta? Atau paham kah anda mengenai arti dari kata yang
disebut “merk” pada setiap produk? Atau taukah anda bahwa rendang merupakan
makanan yang sudah menjadi icon dari padang? Berbicara mengenai hal-hal
tersebut, artinya anda sedang berbicara mengenai sebuah pengakuan terhadap
suatu hal bukan? Pengakuan yang bertujuan untuk memberi ciri, karakter atau
bahkan sebuah penghargaan kepada pembuatnya. Secara implisit itulah arti dari
kekayaan intelektual yang akan dibahas pada tulisan kali ini.
Kekayaan intelektual merupakan hasil olah pikir/kreativitas
manusia untuk menghasilkan suatu karya atau produk, yang berpotensi memiliki
nilai ekonomi atau nilai komersial yang tinggi. Mengingat bahwa proses berpikir
dan berkreasi dalam menghasilkan suatu karya/produk tentunya membutuhkan
dukungan dana, tenaga, dan waktu yang memadai, pada tempatnya dan selayaknyalah
kiranya bila kreator atas karya intelektual dapat memperoleh penghargaan yang
sesuai. Penghargaan berupa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) - yang bersifat
eksklusif - memberikan perlindungan hukum selama jangka waktu tertentu bagi
pemilik kekayaan intelektual (M. Ramli, 2010).
SEJARAH HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI
di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda
memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844.
Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910),
dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands
East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection
of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention
for the Protection of Literary and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada
jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan
perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam
ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan
kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU
Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian
halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia.
Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan paten
dapat diajukan di kantor paten yang berada di Batavia ( sekarang Jakarta ),
namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad
yang berada di Belanda.
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman
yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang
paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur
tentang pengajuan semetara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman
Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara
permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI
mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek
Perniagaan (UU Merek 1961) untuk menggantikan UU Merek kolonial Belanda. UU
Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan
pasal 24, UU No. 21 Th. 1961, yang berbunyi "Undang-undang ini dapat
disebut Undang-undang Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah
undang-undang ini diundangkan". Undang-undang tersebut mulai
berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk
melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan. Saat ini,
setiap tanggal 11 November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun
1961 juga telah ditetapkan sebagai Hari HKI Nasional.
PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI HAKI
Beberapa
dasar hukum mengenai HAKI, antara lain:
a.
Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO)
b.
Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
c.
Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
d.
Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
e.
Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan
Paris Convention for the Protection of
Industrial Property dan Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization
f.
Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan
Trademark Law Treaty
g.
Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan
Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
h.
Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan
WIPO Copyrights Treaty
i.
UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
j.
UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri
k.
UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
l.
UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten (pengganti UU yang
lama)
m. UU No 15
tahun 2001 tentang (pengganti UU yang lama)
n.
UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (pengganti UU
yang lama)
o.
UU No 29 Tahun 2000 tentang
perlindungan varietas tanaman
CAKUPAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Paten, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001:
Paten
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di
bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya
tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya
(Pasal 1 Undang-undang Paten).
Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu
penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan
adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
a.
proses;
b.
hasil
produksi;
c.
penyempurnaan
dan pengembangan proses;
d.
penyempurnaan
dan pengembangan hasil produksi;
Merek, menurut direktorat jenderal industri kecil menengah
departemen perindustrian (2007) merupakan “suatu tanda pembeda” atas barang
atau jasa bagi satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Sebagai tanda pembeda
maka merek dalam satu klasidikasi barang/jasa tidak boleh memiliki persamaan
antara satu dan lainnya baik pada keseluruhan maupun pada pokoknya.
Hak Cipta, hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi
adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
Hak Cipta
adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal
1 ayat 1)
Rahasia Dadang, sudah tidak asing bila kita mendengar kata “bumbu
rahasia” pada acara proses pembuatan makanan. Itulah yang disebut rahasia
dagang. Setiap instansi memiliki hak yang sama dalam menjaga rahasia dagang
yang dapat dikatakan sebagai salah satu strategi kesuksesan mereka.
Menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang) :
Rahasia Dagang adalah
informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis,
mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Desain Industri, Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri) :
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas
industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)
Indikator Geografi, yaitu tanda yang digunakan untuk produk yang
mempunyai asal geografis spesifik dan mempunyai kualitas atau reputasi yang
berkaitan dengan asalnya. Pada umumnya indikasi geografis terdiri dari nama
produk yang diikuti dengan nama daerah atau tempat asal produk. Seperti rendang
yang berasal dari padang.
PELANGGARAN HAKI DI INDONESIA
Indonesia
adalah negeri yang cukup banyak penduduknya, banyak sekali karya yang telah
dikeluarkan oleh sebagian dari rakyatnya. Namun, banyak dari rakyatnya pula
yang tidak menghargai karya yang telah diciptakan oleh seseorang. Misalnya saja
pemalsuan terhadap merek-merek terkenal. Pelanggaran tersebut tentunya sangat
merugikan produsen asli barang tersebut. Pemahaman aparat sebagai penegak hukum
dinilai kurang dalam mengetahui pelanggaran mengenai HAKI. Hak tersebut dapat
dibuktikan dengan sanksi hukum yang sangat ringan, sehingga tidak menibulkan
efek jera bagi para pelaku.
Contoh lain dapat dilihat pada kalangan penjual buku, yang biasanya memfotokopi
buku asli untuk dijual kembali. Padahal setiap buku yang diterbitkan memiliki
hak cipta oleh penulisnya. Buku hasil fotokopi kemudian dijual kembali dengan
harga yang relative lebih murah dari pada buku aslinya, tanpa izin dari
penulis. Suatu tindakan memperbanyak suatu karya tanap izin dari penerbit atau
penulisnya dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap HAKI.
KASUS-KASUS
HKI
Pembaca
cerdas mungkin permasalahan mengenai HKI sudah banyak terjadi. Berikut beberapa
contoh permasalahan atau kasus pelanggaran HKI yang telah terjadi.
1.
Kasus Pelanggaran HKI
PT. A sebuah
perusahaan yang bergerak dibidang rekayasa genetika, berlangganan jurnal-jurnal
asing dengan tujuan menyediakan fasilitas referensi kepada para penelitinya.
Kebijakan PT.A tersebut berkaitan dengan research and depelopment (R&D)
yang dilakukan oleh PT. A untuk memperoleh produk-produk yang unggul.
Salah satu jurnal
asing tersebut adalah science and technology yang diterbitkan oleh PT. B. PT. B
adalah penerbit asing yang ada di Indonesia diwakili oleh agen penjualan
khusus. Untuk mempermudah penggunaan referensi tersebut, para peneliti
memperbanyak/ menggandakan artikel-artikel dalam science dan technology
tersebut dan membuat dokumentasi berdasarkan topik-topik tertentu. PT. B
mengetahui perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A dan PT. B
berpendapat bahwa perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A telah
melanggar Hak Cipta.
2.
Perebutan Hak Cipta “Goyang Drible” antara Duo Serigala
dan 3 Kingkong.
Bisnis.com,
JAKARTA - Pengamat musik Bens Leo menilai saling klaim dalam dunia musik dan
hiburan sudah biasa.
“Misalnya, muncul 3Kingkong yang tiba-tiba mengatakan dia yang melatih goyang dribel setelah melihat kesuksesan Duo Serigala," kata Bens Leo pada Ahad (8/3/2015) di Jakarta. "Seperti kasus Cita Citata yang tiba-tiba suaminya menggugat cerai saat Cita dalam posisi karir yang terang benderang. Kalau suaminya mau bercerai, kan bisa dari dulu, kenapa soal perceraian muncul saat karir Cita meroket? " ungkap Bens.
Saling klaim yang dilakukan Duo Serigala dan 3Kingkong berujung pada pengurusan hak cipta tentang goyang dribble atau dribel. Baik Pamela Savitri dan Ovi Sovianti, Duo Serigala bersama Andika Mahesa, manajer grup ini dan Jeje, personil 3 Kingkong akan mendaftarkan hak cipta.
Duo Serigala yang mempopulerkan gerakan ini menjelaskan gerakannya seperti layaknya men-dribel bola basket. Duet pelantun lagu Abang Digoda ini memiliki kelebihan payudara jumbo berukuran 38B, maka ketika bergoyang dada mereka berguncang tampak seperti gaya drible. Namun gerakan ini diklaim Jeje, personil 3Kingkong yang melatihnya.
Namun Pamela Savitri menegaskan ketika Jeje melatih gerakan ini pada dia dan Ovi belum tercetus nama goyang dribel. Duo Serigala pelantun lagu Abang Goda ini justru mengatakan sudah membayar Jeje yang saat itu mengikuti latihan yang berdurasi dua jam. “Kami bayar Rp 1 juta. Jadi kayak latihan nari gitu. Kami yang namain goyang dribel. Awalnya, Jevangga alias Jeje yang kasih gerakan, tetapi kami yang memutuskan kayak apa gerakannya, yaa terinspirasi dari goyangan drible basket,” kata Pamela.
“Misalnya, muncul 3Kingkong yang tiba-tiba mengatakan dia yang melatih goyang dribel setelah melihat kesuksesan Duo Serigala," kata Bens Leo pada Ahad (8/3/2015) di Jakarta. "Seperti kasus Cita Citata yang tiba-tiba suaminya menggugat cerai saat Cita dalam posisi karir yang terang benderang. Kalau suaminya mau bercerai, kan bisa dari dulu, kenapa soal perceraian muncul saat karir Cita meroket? " ungkap Bens.
Saling klaim yang dilakukan Duo Serigala dan 3Kingkong berujung pada pengurusan hak cipta tentang goyang dribble atau dribel. Baik Pamela Savitri dan Ovi Sovianti, Duo Serigala bersama Andika Mahesa, manajer grup ini dan Jeje, personil 3 Kingkong akan mendaftarkan hak cipta.
Duo Serigala yang mempopulerkan gerakan ini menjelaskan gerakannya seperti layaknya men-dribel bola basket. Duet pelantun lagu Abang Digoda ini memiliki kelebihan payudara jumbo berukuran 38B, maka ketika bergoyang dada mereka berguncang tampak seperti gaya drible. Namun gerakan ini diklaim Jeje, personil 3Kingkong yang melatihnya.
Namun Pamela Savitri menegaskan ketika Jeje melatih gerakan ini pada dia dan Ovi belum tercetus nama goyang dribel. Duo Serigala pelantun lagu Abang Goda ini justru mengatakan sudah membayar Jeje yang saat itu mengikuti latihan yang berdurasi dua jam. “Kami bayar Rp 1 juta. Jadi kayak latihan nari gitu. Kami yang namain goyang dribel. Awalnya, Jevangga alias Jeje yang kasih gerakan, tetapi kami yang memutuskan kayak apa gerakannya, yaa terinspirasi dari goyangan drible basket,” kata Pamela.
Sumber:
http://efiling-hki.dgip.go.id/efiling-hki/
(Diakses pada 2 April 2015 Pukul 21.00)
http://lifestyle.bisnis.com
(Diakses pada 2 April 2015 Pukul 21.00)
www.dgip.go.id (Diakses
pada 2 April 2015 Pukul 21.00)
www.kemenperin.go.id (Diakses
pada 2 April 2015 Pukul 21.00)
www.zaki-math.web.ugm.ac.id
(Diakses
pada 2 April 2015 Pukul 21.00)
http://www.docstoc.com/docs/67924421/contoh-kasus-kasus-pelanggaran-hak-cipta
(Diakses
pada 2 April 2015 Pukul 21.00)
http://d-yohast.blogspot.com/search?q=hukum+kekayaan+industri
(Diakses
pada 2 April 2015 Pukul 21.00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar