Kamis, 26 Desember 2013

SENI BELADIRI PENCAK SILAT



PENCAK SILAT
            Pencak silat adalah salah satu seni bela diri asal bumi pertiwi Indonesia. Nama pencak silat sendiri dipilih pada 1948 untuk menyatukan istilah bagi berbagai aliran beladiri di Indonesia.
            Pencak adalah istilah yang digunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan istilah silat dipakai di Sumatra. Asal kata pencak silat itu sendiri tidak begitu jelas. Kata pencak berasal dari kata bahasa sansakerta, pancha  yang berarti lima. Pendapat lain mengatakan, kata pencak berasal dari bahasa Cina, yang berarti mengelak atau menghindar.
            Istilah Silat berasal dari sekilat atau secepat kilat, yang melambangkan kecepatan gerakan  pendekar pencak silat. Ada pula yang berpendapat silat berasal dari kata elat, yang berarti mengelabui.
           
SEJARAH PENCAK SILAT
Asal Mula ilmu bela diri (silat) di Indonesia berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak. Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi. Silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri.
Beladiri asal Indonesia ini telah berkembang pesat sejak abad ke-20. Beladiri pencak silat pun telah menjadi olah raga kompetisi di dunia dibawah penguasaan dan pengaturan organisasi pencak silat seluruh dunia yang bernama PERSILAT (Persekutuan Pencak Silat antar Bangsa) sedangkan di Indonesia dikenal IPSI (Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia)
Pada 1986, untuk pertama kalinya, seni beladiri pencak silat diselenggarakan di luar Asia, yaitu Wina, Austria.

LOGO IPSI
·         Warna Kuning : berarti bahwa IPSI mengutamakan budi pekerti dan kesejahteraan lahir dan batin dalam menuju kejayaan nusa dan bangsa
·         Bentuk Perisai Segi Lima : berarti bahwa IPSI berasaskan landasan idiil Pancasila, serta bertujuan
membentuk manusia Pancasila sejati
·         Sayap Garuda berwarna Kuning berototkan merah : berarti kekuatan bangsa Indonesia yang bersendikan kemurnian, keluruhan dan       dinamika, Sayap 18 lembar, bulu 5 lembar + 4 lembar + 8 lembar berarti tanggal            berdirinya IPSI adalah 18 Mei 1948. Sayap 18 lembar, terdiri dari 17+1 berarti IPSI dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan berssatu membangun Negara
·         Untaian lima lingkaran : melambangkan bahwa IPSI melalui olahraga merupakan ikatan peri
kemanusiaan antara pelbagai aliran dengan memegang teguh asas kekeluargaan,
persaudaraan dan kegotong royongan
·         Ikatan pita berwarna merah Putih : bahwa IPSI merupakan suatu ikatan pemersatu dari pelbagai aliran Pencak Silat, yang menjadi hasil budaya yang kokoh karena dilandasi oleh rasa
berbangsa, berbahasa dan bertanah air Indonesia.
·         Gambar tangan putih di dalam Dasar hijau : menggambarkan bahwa IPSI membantu negara dalam bidang ketahanan nasional melalui pembinaan mental/fisik agar kader-kader IPSI berkepribadian nasional serta berbadan sehat, kuat dan tegap.

ASPEK DAN BENTUK
Terdapat 4 aspek utama dalam pencak silat, yaitu:
1.      Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pencak silat zaman dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.
2.      Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pencak silat ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional.
3.      Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah silat, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak silat.
4.      Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi ialah bagian aspek ini. Aspek olah raga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu.

TINGKAT KEMAHIRAN
Secara ringkas, murid silat atau pesilat dibagi menjadi beberapa tahap atau tingkat kemahiran, yaitu:
1.      Pemula, diajari semua yang tahap dasar seperti kuda-kuda,teknik tendangan, pukulan, tangkisan, elakan,tangkapan, bantingan, olah tubuh, maupun rangkaian jurus dasar perguruan dan jurus standar IPSI
2.      Menengah, ditahap ini, pesilat lebih difokuskan pada aplikasi semua gerakan dasar, pemahaman, variasi, dan disini akan mulai terlihat minat dan bakat pesilat, dan akan disalurkan kepada masing-masing cabang, misalnya Olahraga & Seni Budaya.
3.      Pelatih, hasil dari kemampuan yang matang berdasarkan pengalaman di tahap pemula, dan menengah akan membuat pesilat melangkah ke tahap selanjutnya, dimana mereka akan diberikan teknik - teknik beladiri perguruan, dimana teknik ini hanya diberikan kepada orang yang memang dipercaya, dan mampu secara teknik maupun moral, karena biasanya teknik beladiri merupakan teknik tempur yang sangat efektif dalam melumpuhkan lawan / sangat mematikan .
4.      Pendekar, merupakan pesilat yang telah diakui oleh para sesepuh perguruan, mereka akan mewarisi ilmu-ilmu rahasia tingkat tinggi.

NILAI POSITIF PENCAK SILAT
Beberapa nilai positif yang diperoleh dalam olahraga beladiri pencak silat adalah:
1.      Kesehatan dan kebugaran
2.      Membangkitkan rasa percaya diri
3.      Melatih ketahanan mental
4.      Mengembangkan kewaspadaan diri yang tinggi
5.      Membina sportifitas dan jiwa ksatria
6.      Disiplin dan keuletan yang lebih tinggi




SUMBER 
anjarrrrrr.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Pencak_silat


 
]

Minggu, 15 Desember 2013

KEBUDAYAAN BATAK


Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
            Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah
KEPERCAYAAN
            Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
  • Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
  • Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
  • Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
            Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.


SALAM KHAS  BATAK
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya
1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”

RUMAH ADAT BATAK
Ruma gorga atau sering disebut ruma bolon atau “Si Baganding Tua” adalah rumah adat suku Batak yang sekaligus menjadi simbol status sosial masyarakat yang tinggal di Tapanuli, Sumatera Utara. Mereka yang dikategorikan sebagai suku Batak itu meliputi 6 puak, yaitu: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Rumah adat Batak terdiri atas 2 bangunan utama yaitu ruma (tempat tinggal) dan sopo (lumbung padi). Letak keduanya saling berhadapan dipisahkan pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang kegiatan warganya. Rumah adat ini berbentuk empat persegi panjang dengan denah dalamnya merupakan ruangan terbuka tanpa kamar atau pun sekat pemisah. Dahulu, sebuah rumah adat Batak berukuran besar (rumah bolon) dihuni 2 hingga 6 keluarga.
Sapukan pandangan Anda pada rumah adat ini yang atapnya berbentuk segitiga dan bertingkat tiga. Amati bagaimana di setiap puncak dan segitiganya terdapat kepala kerbau yang melambangkan kesejahteraan bagi penghuni rumahnya. Ciri utama bagian atap yang berbentuk segitiga tersebut berbahan anyaman bambu (lambe-lambe). Biasanya lambe-lambe menjadi personifikasi sifat pemilik rumah tersebut yang ditandai dengan warna merah, putih dan hitam.
Perhatikan juga lekukan ketelitian dari ukiran tradisional di dinding rumah adat ini. Bagian luar dan depan rumah memuat ukiran yang dicat tiga warna yaitu merah-hitam-putih. Ukiran tersebut nyatanya penuh makna simbolik yang menampilkan pandangan kosmologis dan filosofis budaya Batak. Di sebelah kiri dan kanan tiang rumah ada ukiran yang menggambarkan payudara sebagai lambang kesuburan (odap-odap). Ada juga ukiran cicak sebagai lambang penjaga dan pelindung rumah (boraspati).
TARIAN KHAS BATAK

            Puncak Pusuk Buhit sekitar 1000-1800 meter diatas permukaan laut di kasawan Desa Sianjur Mula-mula, Kabupaten Samosir ribuan tahun silam dipercaya orang Batak sebagai awal mula keturunan pertama suku Batak atau disebut “Si Raja Batak”.        
            Puncak Pusuk Buhit sendiri menjadi sebuah lokasi misteri yang penuh daya magis, konon sejumlah pejabat dan orang-orang Batak bahkan warga dari Luat Sileban (Turis mancanegara) rela mendaki puncak ini guna mendapatkan sebuah harapan dalam berbagai bentuk.
Seiring dengan kehidupan regenerasi keturunan si Raja Batak, berbagai peninggalan bersejarah saat ini banyak kita ketahui seperti situs-situs budaya di kawasan Sianjur Mula-mula, tongkat Tunggal Panaluan, Ulos, Gondang Batak, dll.      
            Namun yang perlu kita ketahui, dari berbagai narasumber dikawasan Pusuk Buhit yang ditemui oleh penulis mengisahkan, bahwa tari tor-tor sawan atau tari cawan yang diyakini masyarakat batak sebagai sebuah icon, karena tarian ini diyakini memiliki nilai magis adalah berawal dari sebuah mimpi seorang Raja Batak.      
               Berawal dari sebuah mimpi seorang raja batak keturunan GURU TATEA BULAN, di kawasan Desa Sianjur. Mula-mula, Puncak Pusuk Buhit, Kabupaten Samosir. Dalam mimpinya, sang raja bermimpi bahwa kawasan pegunungan pusuk buhit tempat keturunan pertama si raja batak akan runtuh, sehingga, akibat mimpi tersebut sang raja pun terus menerus gelisah.
Kemudian sang raja memerintahkan Panglimanya (PANGLIMA ULUBALANG) agar memanggil seorang ahli nujum yang bergelar GURU PANGATIHA untuk menanyakan arti mimpinya. Namun sang Guru Pangatiha mengaku tidak tahu arti mimpi sang raja, akan tetapi Guru Pangatiha meminta supaya raja menggelar sebuah acara ritual yang dinamakan acara membuka debata ni parmanukon atau membuka tabir mimpi. 
            Oleh Guru Pangatiha, kemudian meminta sang raja agar acara membuka tabir mimpi ini dilaksanakan sebelum bulan purnama tiba atau dalam bahasa batak disebut BULAN SAMISARA. Akan tetapi, untuk membuka tabir mimpi itu jelas-jelas tidak dapat terpenuhi, akan tetapi untuk menangkis hal-hal buruk yang akan terjadi ke daerah kekuasaannya, GURU PANGATIHA menghimbau agar sang raja memanggil seorang sibaso atau dukun perempuan, dimana dukun perempuan yang diyakini masih gadis itu bergelar SIBASO BOLON PANURIRANG PANGARITTARI.    
            Selanjutnya, oleh dukun perempuan tersebut bersama enam gadis lainnya datang memenuhi panggilan raja untuk membersihkan daerahnya dari mara bahaya, ketujuh gadis tersebut kemudian menari sambil menjingjing sebuah mangkuk atau cawan dikepala masing-masing dengan diiringi alunan musik gondang batak. Dengan tarian barbau mistis, ketujuh gadis itupun menari-nari sambil menyiramkan air dalam sawan/cawan keseluruh arah penjuru desa. Hal ini dimaksudkan untuk mengusir roh-roh jahat yang akan masuk kewilayah kekuasaan raja. Bahwa SIBASO BOLON PANURIRANG PANGARITTARI menari dengan ikat kepala terbuat dari benang tiga warna (merah,hitam dan putih) dan pengikat lain dikitar tubuh.